Melihat Dani membuatmu ciut. Bukan, bukan karena senyumnya. Melainkan karena penampilannya. Ia diikat di kasurnya dan foto-foto di portofolio tentang kasus yang sedang kamu kerjakan ini membuatmu bergidik ngeri. Tubuh yang dicincang, tulang yang dibekukan, dan wajah yang dikuliti. Benarkah semua ini adalah karya Dani? Kamu memerhatikan wajahnya yang sedang memandangimu, seakan-akan ia tertarik pada portofolio yang kamu balik. Ruangan seakan membeku. Bulu kudukmu berdiri. Berkali-kali kamu meyakinkan dirimu bahwa ini bukan salahmu dan Dani tidak mungkin mencincangmu hidup-hidup.\n\nPortofolio itu mengerikan tapi perempuan itu lebih mengerikan lagi.\n\nKamu membalas senyumnya dan kamu yakin senyummu pasti terlihat palsu. Tapi kamu sudah biasa. Tidak ada yang pernah mempertanyakan senyummu. Tidak ada yang peduli. Tidak ada yang ingin membeli senyummu. Tapi kamu diharuskan tersenyum.\n\n"Andre," dan kamu pun menoleh ke arahnya. \n\n"Ya?"\n\n"Bukankah kamu seharusnya menanyaiku macam-macam? Soalnya pengacara sebelum kamu waktu datang ke sini, //nanyain// aku macam-macam. Dari mulai di mana rumahku sampe apa motifku memutilasi. Kamu //nggak// bakal //nanya//?"\n\n"Aku //nggak// perlu //nanya// itu. Aku sudah tahu banyak soal kamu," \nWajahmu memanas seketika, teringat akan masa-masa sekolah dulu bersamanya. Sudah berapa lama itu? Entahlah. Sudah terlalu lama. \n\n"Dari pengacara yang kemaren ya?"\n\n"Bukan. Dari dulu aku memang sudah tahu banyak soal kamu, kok."\n\n"Ha? Kita dulu pernah satu komplek atau sekolah ya?"\n\n[[Eh?|He]]
Kamu berjalan perlahan mendekatinya dan ia menanyakan apakah kamu sudah sarapan karena kamu datang pagi sekali. Kamu berikan ia seulas senyum yang kamu buat agar tidak terlihat terpaksa. \n\nIa mengekspresikan kekagumannya terhadap kamu yang masih datang menjenguknya padahal ini sudah lewat dari tiga hari. Hari ini ia tampak sangat cerah dan ketika kamu tanya kenapa, ia menjawab,\n\n"Tadi malam aku [[mimpi|Mimpimu]] Abang mentraktir bakso," \n\nOh itu.\n\n------\n\n//"Dan, aku menang olimpiade fisika. Kamu yang pertama kali tau lho!"\n\n"Serius??! Aku seneng kalau Abang seneng!! :D"\n\n"Mau jalan besok? Kutraktir bakso deh."\n\n"Boleh! Boleh! Tau aja kalau aku lagi pengen bakso"//
Ia menggeleng perlahan dan ia masih tetap tersenyum.\n\n"Aku nggak pernah punya mantan, Pak Pengacara. Aku ini dulu..." kata-katanya terhenti dan ia mulai bernafas seperti lembu. Tak lama kemudian, ia pun menjerit sejadi-jadinya dan kamu harus menutup telingamu. \n\nPetugas rumah sakit jiwa langsung menghambur ke kamarnya dan menyuruhmu menyingkir sementara mereka menenangkan Dani.\n\n[[Kamu tidak pernah melihatnya seperti ini.|Ini salahmu]]
Jauh di dalam hatimu, kamu masih berharap agar kehidupanmu saat ini hanyalah sebuah cerpen dan penulismu berbaik hati membuat epilog yang bahagia untukmu. Tapi kamu tahu ini bukanlah cerpen dan kamu juga tidak bisa berharap agar mimpi Dani adalah kepingan memorinya. Walaupun begitu, kamu tetap berharap. [[Kamu hancur.|5]]\n\nJauh.\nJauh.\nJauh di ujung sana. \nDia masih tetap [[hidup.|5]]
Pasal 44 KUHP\n\n(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.\n\n(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.\n\n(3) Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah agung, pengadilan tinggi, dan Pengadilan negeri. \n\n----\n\nUntuk kalian yang hidup dalam sebuah wadah kecil yang ditutup rapat dan diberi nama "transparansi", segeralah pindah ke wadah kecil yang lain. Jelajahilah wadah-wadah itu dan hiduplah sebagaimana orang hidup terdahulu telah menjalani hidup mereka. \n\n----\n\n[[Caelum|Andre]]\n
...\n\n...\n\n[[...|Kosong]]
Setelah menunggu kurang lebih setengah jam, Dani pun akhirnya datang dengan kursi roda. Ia diikat di kursi rodanya dengan pengaman dan itu membuatmu bergidik ngeri. Kamu takut melihat kenyataan ini, karena tidak setiap hari kamu melihat pemandangan seperti ini. Tidak semua orang melihat ini setiap hari. \n\nKamu terlalu mementingkan hal-hal duniawi dan spiritualmu tanpa pernah memerhatikan sekelilingmu. \n\n-------\n\nDani duduk di antara kamu dan Pram. Tak lama kemudian, seorang opsir datang membawa setumpuk berkas dan duduk di hadapan kalian. Interogasi akan dimulai tapi sepertinya Dani biasa saja. Kamulah yang merasa sangat kecil di sini. Kamu merasa seperti fragmen dari sebuah memori. Pandanganmu mengedar ke arah Dani dan Pram bergantian. \n\n"Danisa?"\n\nDani mengangguk pelan, karena hanya lehernya lah yang bisa digerakkannya. Mulutnya ditutup dan seluruh tubuhnya diikat. Entah bagaimana interogasi ini akan berlangsung. \n\nPram menyikutmu dari belakang dan kamu langsung tahu apa maksudnya. Kamu bangkit dari kursimu dan membuka map kopi yang selalu kamu bawa saat kunjungan.\n\nKamu benci membuka map kopi itu tapi...\n\n[[Inilah suatu keharusan yang biasa bagimu.|Horor]]
...\n\n[[...|pdua]]
Ini sudah hari ke-4 dan kamu agaknya takut menemuinya setelah perbincangan kalian kemarin. Tapi ia tampaknya tidak takut sama sekali. Ia memandangimu dari pembaringannya. Kamu ingin sekali membuka tali pengekangnya, tapi ia bisa menerjangmu kapan saja dan kamu harus mengurungkan niat 'baik'mu. \n\nKetika kamu melihatnya, rasanya seperti melihat kekalahanmu dalam sebuah [[perang|Harus]]. Dialah kekalahan yang memberikan sedikt tinta hitam pada kehidupanmu yang mulus di atas kertas.
Kamu ingat pernah bertemu dengan perempuan ini sebelumnya. Bukan, bukan hanya bertemu. Bercengkrama, saling menertawakan, dan saling memiliki. Perempuan ini pernah menjadi sebuah bagian dari hidupmu dan kini ia di depan matamu. \n\n----\n\n"Danisa Intan terdakwa dalam kasus ini. Kasus ini memang agak berat karena terdakwa terus menyangkal hal ini walaupun bukti-bukti sudah menunjukkan kalau dia benar-benar pelakunya. Makanya aku //ngasih// kasus si Danisa ini ke kamu, Mas. Soalnya aku //nggak// yakin bisa //ngurusin// si Danisa ini,"\n\n----\n\n"Dani?"\n\n----\n\n"Jujur saja, Mas. Saya juga bingung kasus yang satu ini nanti bagaimana jadinya. Keluarga korban sudah mendesak saya dan hakim lainnya untuk menyelesaikan masalah ini. Masalahnya, terdakwa tidak mau mengakui kesalahannya dan menurut psikiater, terdakwa juga punya riwayat depresi dan kemungkinan menderita //Antisocial Personality Disorder//. Coba Mas bertatap muka dulu dengan terdakwa. Siapa tahu ada pencerahan,"\n\n----\n\nSenyumnya mengembang. Ah, andaikan ia cantik, pasti cantik sekali ia saat tersenyum seperti itu. Tapi mau bagaimanapun, kamu tidak peduli. Ini adalah kasus. Wanita ini adalah kasus.\n\n"Pengacara ya?"\n\n"Bukan, ini aku, Andre," jawabmu. Jantungmu rasanya ingin lepas. \n\n"Andre?"\n\n----\n\n"Tapi Pak Jaka, bukannya ada pasal pemaaf dalam KUHP yang menyebutkan bahwa tersangka yang membunuh karena--"\n\n"Itu dia masalahnya, Mas. Terdakwa kita yang satu ini bukan hanya membunuh, tapi juga memutilasi korban. Ah, saya tidak mau memberikan detailnya, terlalu menjijikkan. Pokoknya kasus ini saya serahkan ke Mas Andre saja,"\n\n----\n\n[[Enigma.|Konvo]]
"Setiap seminggu kita pantau si Mbak Danisa ini. Ini sudah hari kelima kamu ya? Kata mas-mas yang di respsionis kamu dateng terus ke sini padahal kamu nggak harus ke sini tiap hari kok, Mas. Cuma lima hari sekali," jelas Pram, kolega kerjamu. \n\n"Seenggaknya aku dapat lebih banyak info soal Danisa daripada Mas Pram sebelumnya," kilahmu.\n\n"Halah," desis Pram sambil menarik kursi dan duduk. Kamu juga melakukan hal yang sama. Ruangan itu begitu sempit dan begitu pengap. Kamu takut kalau-kalau Dani menjerit seperti waktu itu. Inilah ruang interogasi dan entah kenapa Pram yang sudah cuci tangan dari jabatannya sebagai pengacara Danisa pun juga ikut di sini. Katanya kamu tidak begitu lihai kalau soal berhadapan dengan polisi.\n\n[[...|pause]]
Sewaktu Matahari Melewati Khatulistiwa
[[...|HI]]
[[...|Apa]]
Malamnya, Pram meneleponmu lagi.\n\n"Mas, mau ikut aku jalan bareng temen, nggak?"\n\n"Nggak deh, Pram. Aku agak capek malam ini,"\n\n"Gara-gara mantanmu, ha?"\n\n"Halah!"\n\nJeda.\n\n"Oh ya sudah, aku pergi,"\n\nTut... Tut...\n\nKamu merebahkan diri di sofa, memandangi sekelilingmu dan kejadian tadi siang. Sebegitu bencikah Dani pada orang merokok? \n\nAh, kalau hanya merokok seperti itu saja Dani sudah mengamuk, bagaimana kalau...\n\n...\n\n...\n\nJangan-jangan kejadian beberapa hari lalu saat dia menjerit itu...\n\n[[Mungkin.|Kemungkinan]]\n\nKamu tidak tahu soal itu dan kamu tidak mau memikirkannya. Terlalu ribet. Terlalu mengerikan. Mungkin kamu takut merasa. Mungkin. Tapi memangnya siapa yang peduli kamu mau merasa apa soal Dani? Toh, kamu tidak dibayar untuk itu. Kamu dibayar untuk memeras informasi dan menuntaskan sebuah perkara, bukan untuk merasa.\n\nKamu menguap. \n\nAneh.\n\nSetelah bertahun-tahun diserang insomnia, kamu pun akhirnya merasa lelah dan matamu terasa berat. Kamu pun akhirnya terlelap.\n\nAneh.
"[[Dan, aku mantanmu.|Ingat gak?]]"
Satu bulan terakhir ini begitu indah.\nKamu bisa bertemu dengannya, bisa bercengkrama bersamanya, dan kamu bisa mendengarkannya berceloteh setiap hari, melantunkan berbagai macam kebohongan yang entah kenapa tapi kamu percayai. Kamu sangat memercayainya, lebih dari siapapun. Dialah satu-satunya wanita yang dapat meluluhkanmu dalam pelukannya dan dia akan menyanyikan lagu nasional ketika kamu tidak dapat memejamkan matamu. Dia tahu kamu tapi kamu tidak mengetahuinya. Kamu tidak dapat membacanya dan kamu benci dirimu sendiri karenanya. Ketika wanita lain adalah buku, ia adalah kaca mata. Ia menerawang jauh ke dalam jiwamu. [[Jauh, jauh sekali.|Ha]]
[img[corpse.jpg]]\n\n//Kuatkan dirimu, Andre.//\n\n[img[gory.jpg]]\n\n//Kamu adalah pengacara. Kamu adalah hukum dan hukum harus bisa mengatasi ini.//\n\n[img[zombie.jpg]]\n\n//Kamu adalah seorang pria. Seorang pria harus kuat.//\n\n...\n\n...\n\n...\n\n...\n\n//Hah.//\n\n//Kamu adalah Andre.//\n\n//Namanya adalah Dani.//\n\n...\n\n\n\n//Dani.//\n\n[img[itu.jpg]]\n\n[[Dani.|Menyerahlah]]
"Andre, ditunggu kehadirannya di ruang kejaksaan sekarang juga,"\n\n"Pak Andre,"\n\n"Pak Andre..."\n\n"Pak Andre...!!"\n\n"Tunggu sebentar," sergahmu kepada si anak baru itu. Siapa namanya?\n\nOh iya, Alif.\n\nKamu tidak suka diinterupsi saat kamu terburu-buru atau saat kamu sedang bekerja. Alif bergidik ngeri dan mundur beberapa langkah seraya menggumamkan permintaan maaf yang tidak kamu gubris. Kamu masukkan semua map yang ada di mejamu ke dalam lokermu, kecuali satu. \n\nMap hijau itu kamu masukkan ke dalam tas jinjingmu. Matamu berat dan barangkali memerah karena begadang tadi malam. Ah, bukan karena begadang, kamu tidak mau mengingat ada apa tadi malam. Barangkali tadi malam kamu menangis. Ya, itu dia. Kamu menangis sesunggukan tadi malam. Memalukan.\n\n-------\n\nJaksa sudah menunggumu sejak setengah jam lalu dan tidak kamu gubris sama sekali panggilan itu. Kejaksaan dan hakim-hakim yang duduk di kursi hijau tidak lagi penting bagimu. Ada satu hal yang lebih penting bagimu. \n\nKamu rogoh sakumu dan ambil telepon genggammu. Kamu telpon Alif. \n\n"Alif? Ya, ini Andre. Bisa tolong gantikan saya menemui Jaksa Jaka? Oh, tidak bisa? Ya, tidak apa-apa. Ngomong-ngomong, makan siang kamu sama Leo sudah disiapkan di kantin. Saya pergi sebentar ke suatu tempat. Ya, nanti akan saya kabarkan ke Pak Jaka. Makasih,"\n\nKamu tidak punya waktu untuk jaksa. Waktumu hanya ini dan waktu ini tidak akan terulang dua kali. \n\n----------\n\nKamu kini berdiri di sebuah kamar yang kosong. Hampa. Sepi. Dulunya pernah ada seseorang yang menghuni kamar ini. Seseorang yang tidak pernah gagal membuatmu tertawa, seseorang yang selalu mengetesmu, seseorang yang hanya dengan memikirkannyalah kamu bisa tidur di malam hari, seseorang yang... Ah, sudahlah.\n\n[[Kamu akan terbiasa dengan ini.|sebulan]]
Benar saja. \nKamu pasti kembali ke tempat ini, ke rumah di mana akal sudah dikesampingkan dan konspirasi kemanusiaan tak bisa lagi dipulihkan hanya dengan jentikan jari dan di sinilah Dani berada. \n\nKali ini Dani memerhatikanmu. Sepertinya ia sudah menunggumu. Senyumnya mengembang saat melihatmu. Senyum yang tulus dan kamu tidak perlu membayar untuk melihatnya. Kamu duduk di sisi tempat tidurnya dan menanyakan apa kabarnya dan sebagainya.\n\nKamu ingat, kemarin Krisna sudah memberi tahumu agar tidak mengingatkan Dani pada masa lalunya. Walaupun menyakitkan, kamu harus tetap menuruti apa kata Krisna. Krisna lebih mengerti soal Dani dan kamu tidak lagi mengerti apa-apa soal perempuan yang pernah singgah di sisimu ini. \n\nSuasana kini hening. Hanya ada bunyi hembusan nafasnya yang ia mainkan. \n\n"Pak Pengacara,"\n\n"Andre aja,"\n\n"Oke. Andre, kenapa kamu mau jadi pengacara?"\n\n"Karena mungkin //sense of justice//-ku lebih tinggi daripada kebanyakan orang dan menurutku keadilan harus ditegakkan,"\n\n"KLISE! KLISE!" jeritnya dan kamu terkejut. \n"Aku yakin pasti ada alasan lain. Ayolah, Bang!" \n\n"Uang,"\n\n"..."\n\n"..."\n\n"Bang..."\n\n"Ya?"\n\n"Kalau Abang bisa berbohong dan memfitnah demi uang, berarti kalau aku membunuh demi uang boleh juga kan?"\n\n"..."\n\n"Memfitnah kan lebih kejam daripada pembunuhan dan fitnah bisa menjadi penyebab kematian seseorang,"\n\n"Kamu... Membunuh demi uang?"\n\n"Bukanlah! Aku kan nggak membunuh siapa-siapa," dan ia tersenyum kecil, mengharapkanmu menjawabnya. \n\nHatimu sakit dan pikiranmu hanya dipenuhi olehnya. Kamu [[tidak lagi mengerti.|Pengertian]]
[[...Tidak.|Kuatkanlah]]
Seketika itu juga, kamu pun teringat pada Dani. \n\nYa, Dani.\n\nDani pasti juga merasakan hal yang sama.\n\nIa tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Ia telah kehilangan katrol kesadaran diri dan tidak ada yang pernah mengerti dirinya.\n\nSama seperti Sephia yang memanfaatkan insomnia-mu.\n\nKalian bertemu di tengah gerlap malam-malam insomnia yang biasa kamu jalani. Kalian bercengkrama di bawah remang lampu kafe yang selalu menunggu kalian jatuh dan tertidur.\n\nDan Sephia akan tertidur pulas, bahkan sebelum kamu dapat memejamkan mata. \n\nSemuanya terjadi berulang-ulang.\n\nKamu selalu menjadi seseorang yang kesepian, setiap kali ia [[tertidur|Tidur]]
"OI!!!" \n\nPetugas rumah sakit berhamburan masuk dan langsung mengangkat kursi roda Dani. Beberapa karyawan meminta maaf atas kejadian itu dan kamu hanya diam memerhatikan. Setelah ruangan itu kosong dan hanya dihuni olehmu dan Pram, barulah Pram berbicara lagi. \n\n"Gila! Si psikopat itu mau bunuh aku juga tuh," \n\n"Nggak kok. Dia cuma gila,"\n\n"Tapi kamu liat nggak dia gelisah gitu pas aku nyalain rokok? Tebakanku sih, dia kesel sama rokokku trus hasrat-hasrat psikopatnya muncul. Gila, serem banget,"\n\n"Bisa jadi, tapi emang salah kamu kenapa nyalain rokok di ruang interogasi,"\n\n"..."\n\n"..."\n\n"Cantik-cantik gila. Kalau dia gak gila, udah aku ajak kawin kali tuh,"\n\n"Pram, dia itu mantanku dulu,"\n\n"..."\n\n"Seriusan,"\n\n"Andre, //please.// Kamu itu udah punya tunangan, mendingan kamu nggak usah ngomongin mantan sama aku, deh. Bikin makin nyesek nih,"\n\n"Siapa suruh standarmu ketinggian?"\n\n"Udah deh. Ngomong-ngomong, [[cincin|Dia]] tunanganmu mana?"\n\n"Ada di ibu. Nggak usah ngomongin soal tunanganku deh, mending kamu cari pacar aja dulu,"
body { color: #000; background-color: #F8ECC2; }
"Terdakwa Danisa Intan terbukti bersalah pada pembunuhan enam orang yang waktu dan tempatnya berbeda-beda. Semua bukti yang ada di TKP telah banyak yang menunjukkan keterkaitan dengan terdakwa. Selain itu, hasil dari //cross-check// dan pengkorelasian semuanya sangat cocok dengan alibi dan latar belakang terdakwa,"\n\nKamu tarik nafas dalam-dalam sebelum menjelaskan lagi. \n\n"Sampai saat ini, baru korban terakhir yang bisa diidentifikasi berdasarkan otopsi dua hari lalu, sisanya bisa dibaca sendiri di sini," kamu taruh sebuah buku kecil yang kamu dapatkan dari rumah sakit kemarin di hadapan opsir. Opsir itu diam dan mengambil buku kecil itu. Tanpa ba-bi-bu, opsir itu pergi keluar; meninggalkan kamu, Pram, dan Dani bertiga saja di situ. \n\nKamu memandangi Pram dan ia hanya tersenyum simpul.\n\n"Kamu lumayan, Mas. Waktu aku yang jadi pengacara kemaren, orang-orang rumah sakit nggak ada yang mau ngasih aku data soal si korban terakhir. Kok kamu bisa dapet sih?" komentar Pram sambil mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. \n\nDani tampak tidak tenang di kursinya dan kamu sadar akan hal itu, tapi kamu tidak peduli. Dani hanyalah seorang gila sekarang. \n\nSampai akhirnya kursi Dani goyang dan [[jatuh|Pramana]] menimpa Pram, barulah kamu peduli.
Kamu tersenyum melihat pesan darinya. Mungkin kamu pernah merindukan saat-saat seperti ini. Bangun tidur dengan keadaan //fresh// dan disambut oleh sebuah pesan yang bisa mengubah harimu. Kamu pun langsung membalas pesan itu.\n\n//"Mau nonton apa?"//\n\n//"Nonton aku main ehehe :D//\n//malem ini aku main di hall//\n//dateng ya! :* "//\n\n//"Jam berapa?"//\n\n//"10-1 :)"//\n\n//"Oke, aku pasti nonton. :)"//\n\nJam 10 malam ya? Kamu lupa memberitahunya kalau kamu tertidur tadi malam. \n\nBarangkali kamu akan tetap bangun malam ini. Mungkin saja. Kamu tidak tahu. Kamu tidak pernah punya kontrol terhadap [[tubuhmu|kamu]] sendiri.
caelum n (genitive caelī); second declension\n\n (vault of) heaven\n sky\n atmosphere, climate, weather\n\n----\n\nDi satu waktu kamu adalah biru, beberapa jam setelahnya kamu akan berubah menjadi abu-abu, dan kala petang menjelang, kamu adalah jingga dengan sedikit goresan ungu di ujung horizon.\n\nKamu adalah langit. Titisan langit, mungkin. \n\nNamamu Andre. \n\n[img[kamu.jpg]]\n\nNamamu tidak penting, begitu juga dengan rupamu. Ketika kamu mati nanti, tidak akan ada yang peduli dengan namamu atau rupamu kalau kamu tidak melakukan sesuatu yang berarti bagi mereka. Itupun kalau mereka masih hidup.\n\nKamu hanyalah orang biasa. Ya, kamu tidak pernah memikirkan hal yang aku sebutkan di paragraf sebelumnya. Pikiranmu dipenuhi oleh bos, pekerjaan, rumah baru, mobil baru, romansa, makanan mewah, wanita jenjang, dan berbagai macam bentuk konsumerisme lainnya. Walaupun begitu, tetap saja ada hal-hal yang mengganggu pikiranmu. Banyak sekali hal yang menggaggumu, menemanimu setiap malam sehingga kau harus tetap melihat ke dinding kamarmu. \n\nInikah yang bisa kamu sebut sebagai hidup?\nMungkin saja.\n\nPernahkah kamu memikirkan ini?\nSepertinya tidak.\nKamu terlalu puas dengan kehidupanmu sebagai pengacara. Tapi di satu sisi kamu tidak pernah puas dengan apa yang kamu lakukan. Kamu bahkan tidak pernah tahu apakah seseorang benar-benar bersalah atau hanya mempermainkan uangnya denganmu. Kamu tidak tahu, tidak mau tahu, dan tidak akan pernah tahu. Tapi hal ini akan berubah.\n\n[[Sekarang|sekarang]]
...\n\n[[...|Itu dia]]
Ketika kamu mengunjunginya lagi, ia sudah tenang. Air mukanya berubah. Ia tak tampak seperti perempuan yang menyenangkan, yang bisa kamu lihat senyumnya. \n\nMungkin senyumannya tidak gratis, tidak seperti senyummu.\n\nHatimu menjerit. Kamu hanya ingin ia menyadari kehadiranmu di ambang pintu kamar perawatannya. Ketika itu, kamu merasa sangat bodoh. Kamu bukan lagi pacarnya ketika SMA dulu. Kamu hanyalah kamu. Kamu adalah Andre. Sungguh, kamu merasa hatimu sangat sempit seperti kamar mandi. Hatimu menciut hingga akhirnya hilang. Dia bahkan tidak menyadari kehadiranmu dan kamu tahu, kamu harusnya pergi. Dia juga sudah lupa padamu. Tidak ada gunanya lagi. \n\nKetika kamu keluar dari kamarnya, psikiaternya langsung menyapamu dan mengajakmu santai sejenak di ruangannya.\n\n"Saya turut berduka cita sama korbannya," katanya. Kamu membaca nama di mejanya. \n\nKrisna.\n\n"Saya juga kasian sama Mbak Danisa tapi mau gimana lagi? Saya tau dia pasti nggak bermaksud melakukan apa-apa. Yah, Mas pasti tahu kan bagaimana rasanya kalau marah?" Kamu mengangguk. Kemudian ia mengobrak-abrik lacinya dan memberikanmu sebuah map kopi. Kamu membaca tulisan tangannya, hanya ada nama Dani di situ. Rasanya begitu getir, apalagi karena kamu tidak tahu apa isi map itu tapi kamu yakin kalau kamu tau apa isinya. Pastinya mengerikan. \n\nKamu tidak mau memikirkan hal-hal seperti itu. [[Cukup.|Cukup]]\n\nMungkin kamu akan kembali ke sini lagi keesokan harinya. Mungkin saja.
MERAH
...\n\nTadi malam kamu tertidur dan bermimpi.\n\nTentang kucing yang meloncati satu bangunan ke bangunan lain. Entah apa maksudnya, kamu tidak peduli.\n\nKetika kamu bangun, hal pertama yang terlintas di kepalamu adalah ibumu. Seketika itu juga kamu langsung menyambar hapemu.\n\nSebuah pesan.\n\nDari Sepia, tunanganmu.\n\n//"abang hari ini sibuk nggak? kita nonton yuk [[:)|Senyum]]"//